Jelang Penetapan UMP Sulut, Aktivis Buruh Angkat Bicara

Pertemuan Aktifis Buruh
Pertemuan Aktifis Buruh Sulut. (Foto: Steven Maramis / Lidik.co.id)

SULAWESI UTARA, Lidik – Dewan pengupahan Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) akan rapat untuk menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP). Demikian dikatakan Aktifis Buruh KSBSI Frangky Mantiri, SH, MH, Kamis (03/11/2022), di Manado.

Menurut Frangky, putusan Mahkamah Konstitusi MK No. 91, sehingga hakim MK telah memerintahkan pemerintah untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Bacaan Lainnya

“Kalau kita berbicara upah minimum disebutkan dalam PP 36 bersifat strategis, kemudian apabila pemerintah mengeluarkan yang namanya SK UMP itukan sama dengan kebijakan,” kata Frangky.

Lanjut Franky, padahal sudah dilarang oleh MK melalui putusan perkara 91 tersebut.Penetapan UMP mengacu di PP 36 turunan dari UU No. 11 tahun 2020 tentang cipta kerja, tidak tepat dan tidak relevan lagi.

“Pemerintah juga dalam menetapkan UMP juga wajib memperhatikan laju inflasi akibat kenaikan BBM pada tanggal 3 september 2022, karena kenaikan berkisar 28 % s/d 30 %, itu jelas akan berdampak luas, kenaikan harga barang, transport, makan, dll,” kata Frangky.

Dia menjelaskan, kalau UMP tidak naik maka daya beli buruh/pekerja akan merosot, itu juga akan berpengaruh terhadap investasi dan pengusaha, dampaknya ekonomi akan melambat bisa memicu banyak hal.

“Pertumbuhan ekonomi bukan cuma angka2 tapi seharusnya bisa dirasakan dan dinikmati oleh masyarakat termasuk buruh/pekerja, kalu upah tidak naik , bagimana pertumbuhan ekonomi disulut akan naik atau bertambah,” jelasnya seraya menambahkan, ada bagusnya jika Menteri tidak mengeluarkan surat edaran yang nantinya akan membelenggu pemerintah daerah atau gubernur dalam menetapkan UMP, apalagi masih mengacu di UU Cipta Kerja dan turunannya yang telah dilarang oleh MK atau MK telah menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas dan tidak dibenarkan pemerintah menerbitkan peraturan pelaksana baru yg berkaitan dengan UU No. 11 tahun 2020 tersebut.

“Bisa saja UMP ditetapkan berdasarkan PP 78 atau diskresi Gubernur berdasarkan saran, pertimbangan dan masukan dari dewan pengupahan,” tutupnya.

Hal senada diungkap oleh Aktivis maupun Praktisi Hukum Hardy Semboeng, SH yang juga sebagai Anggota Dewan Pengupahan Provinsi Sulut (Depeprov) dimana dalam tetapkan angka kita punya beban yang harus mempertanggung jawabkan secara Moral dapat dilihat UMP tidak naik sejak tahun 2020 tapi masih banyak ditemui gaji dibawah UMP ditambahkan yang menjadi tuntutan Pekerja / Buruh terutama KSPI yaitu :

1. Naikan UMK / UMP 2023
sebesar 13 %.dengan
memperhatikan
2. Tolak PHK ditengah isu
resesi global — indonesia
tidak ada resesi.
3. Tolak Omnibus Law
UU No. 11 Tahun 2020
Cipta Kerja.
4. Sahkan RUU PPRT

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *