MANADO, Lidik – Kasus dugaan pemalsuan surat ukur tanah yang melibatkan seorang oknum Notaris ternama di Sulawesi Utara (Sulut) kini berstatus tersangka dan kini sementara berjalan di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulut.
Berdasarkan Laporan polisi nomor LP/B/403/VIII/2021/SULUT/SPKT tanggal 26 Agustus 2021 yang di laporkan oleh Robert Karepowan terhadap para terlapor atas nama SFP alias Stien, BT alias Boy dan GSYS alias Grace yang diduga telah melakukan tindak pidana pemalsuan memasuki babak baru.
Baca juga: Krimsus Polda Sulut Diminta Tegas, Laporan KIN Projamin Terkesan Jalan di Tempat
Menurut Robert Karepowan selaku pelapor pada Sabtu (29/10/2022) di sebuah cafe di wilayah kota Manado mengatakan, setelah melalui proses penyelidikan, Penyidikan dan gelar perkara.
“Ketiga Terlapor kini berstatus sebagai Tersangka, melanggar Pasal 263 jo Pasal 55 KUHP dan Penyidik telah melakukan Pengiriman Berkas Perkara (tahap satu ) Nomor BP/74/IX/2022/Ditreskrimum Tgl 25 September 2022 ke Kejaksaan Tinggi Sulut,” kata Robert.
Diketahui oknum SFP alias Stien sebagai kepala desa, pada tanggal 29 Januari 2018 telah menerbitkan surat ukur tanah atas nama Grace Sarendatu di atas 3 (tiga) bidang tanah yang sudah ada surat ukurnya.
“Padahal tanah dengan surat ukur baru tersebut, pada bulan Pebuari awal tahun 2015 Boy Taroreh selaku pemilik tanah telah menjual tanahnya ke PT Borneo Jaya Emas sesuai Akta Jual Beli PPATs 01,02,03 thn 2015 dan Stien Porayow (Kepala Desa) salah satu saksi bertanda tangan dalam surat jual beli tersebut,” kata Robert.
Baca juga: Wartawan Biro Tomohon Dijemput Polisi di Rumah Tanpa SP, PWI: Ini aneh
Lanjut Robert, penerbit surat ukur baru oleh Stien Purayow selaku kepala desa saat itu adalah atas permintaan oknum GS alias Grace hanya berdasarkan surat Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB) alias “baru dipanjar” tahun 2014 yang sudah batal.
“Yang artinya oknum GS alias Grace belum memiliki hak sepenuhnya dan tau tanah tersebut masih hak orang lain tetapi berani menyuruh oknum SFP alias Stien sebagai kepala desa untuk menerbitkan surat ukur baru atas dasar kepemilikan hanya surat panjar yang sudah batal,” kata Robert.
Baca juga: Memberitakan “Konsorsium” 303, Jurnalis di Tomohon Diduga Dijemput Paksa Polisi Tanpa SP
Dijelaskan Robert, sadar dengan adanya surat ukur baru yang sudah terlanjur terbit atas nama GS alias Grace tetapi belum ada surat Jual Beli, maka diduga oleh Grace dibuatlah surat keterangan jual beli dan Grace menyuruh Frits Ganda dan Stevi Sambow agar membawa surat ukur dan surat keterangan jual beli yang baru.
“Dibuat surat itu untuk ditandatangani oleh Boy dan stien Purayow,” kata Robert.
Dia menguraikan, fakta hukum hasil penyidikan yang tidak bisa dibantah menurut pelapor Robert Karepowan adalah adanya Kejanggalan dan Keanehan pada surat keterangan jual beli dan surat ukur yaitu
surat ukur yang diduga palsu atas nama Grace tersebut pada surat keterangan jual belinya Boy Taroreh (Penjual) menjual tanah milik Grace (Pembeli) dengan kata lain Grace sebagai pembeli membeli tanahnya sendiri karena surat ukur atas nama grace bukan atas nama Boy.
“Kejanggalan lain surat ukur dan surat keterangan jual beli yang dibuat belakangan tanggalnya sama semua yaitu 29 januari 2018,” ungkapnya.
Baca juga: Empat Wartawan Dianiaya di SPBU Cikupa, Ketum PPWI Desak Polri Usut Tuntas
Hasil konfirmasi awak media melalui via telepon Boy Taroreh membenarkan. Dia mengatakan, dipaksa agar bertanda tangan dalam surat keterangan jual beli dan ukur baru atas nama grace tersebut.
Dugaan surat ukur tanah palsu ini kemudian telah di pergunakan oleh oknum GS alias Grace melakukan perjanjian kerjasama dengan Tn Xue Xiang Yin yang dibuat di Notaris Preza dibidang usaha pertambangan, dan surat ukur palsu itu juga telah digunakan grace dalam sidang gugatan perdata terhadap Boy yang perkaranya masih dalam tahap Kasasi di Mahkamah Agung.
Adanya gugatan grace kepada boy dalam perkara perdata menurut Robert tidak menghambat penyidikan dan penuntutan perbuatan pidana pemalsuan.
Karena Obyek dalam perkara pemalsuan adalah Surat Palsu (bukan tanah) dan Tersangka Utamanya SFP alias Stien selaku Kepala Desa waktu itu, sedangkan GS alias Grace dan BT alias Boy dalam perkara pemalsuan ini hanya sebagai Penyerta (jo psl 55 Kuhp).
Robert menambahkan, pada awal bulan april 2022, Grace bersama Kuasa hukumnya sudah pernah buat surat keberatan kepada Kapolda sulut terhadap penanganan penanganan perkara LP ini karena masih ada gugatan perdata dan keberatan Grace telah ditanggapi dengan dilakukan Gelar Perkara dihadiri pihak pelapor dan para terlapor (grace selaku pendumas).
“Hasil gelar perkara tetap dilanjutkan karena objek laporan adalah Surat Palsu artinya siapapun pemenang dalam perkara perdata tidak ada pengaruhnya karena siapa yang terduga/penyerta dan terbukti dalam pemalsuan surat tetap harus bertanggungjawab hukum dan surat ukur jika benar palsu harus dibatalkan,” tutup Robert.
Baca juga: DIV Hukum LPK-RI Pusat Soroti Sikap Ketua PWI Sulut
Disamping itu, oknum Notaris GSYS alias Grace hingga berita ini di naikkan belum bisa di hubungi lewat nomor 0812-4408-XXXX.